Membuatresume dengan bimbingan guru tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan. Mengagendakan pekerjaan rumah. Mengagendakan projek yang harus mempelajari pada pertemuan berikutnya di luar jam sekolah atau dirumah. Guru : Memeriksa pekerjaan siswa yang selesai langsung - Seorang santri sangat penting memperhatikan adab terhadap guru sebelum menuntut ilmu. Itu agar ilmu yang didapat mendapatkan keberkahan dari Allah Ta’ala. Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama. Ahli waris nabi, begitu julukan mereka para pemegang kemuliaan ilmu agama. Kedudukan mereka sangat tinggi di hadapan Allah Sang Zarnuji dalam kita Ta’lim Al-Muta’alim menulis bab Mengagungkan Ilmu dan Ahli Ilmu’ sebagai bentuk penekanan pentingnya adab dalam menuntut ilmu. Adab merupakan kunci keberkahan. Seseorang tidak bisa mendapatkan keberkahan ilmu jika tidak beradab kepada Yahya mengatakan, seorang santri tidak akan mendapatkan dan tidak bisa memanfaatkan ilmu kecuali mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu ulama yang mengajarkan ilmu itu, dan mengagungkan ustadz serta memuliakan mereka.“Tidak akan sampai kepada ilmu atau seorang alim tidak akan menjadi alim, kecuali dengan pengagungan, pemuliaan kepada guru. Tidak akan jatuh orang yang telah jatuh dalam kehinaan, kecuali sebabnya karena meninggalkan pemuliaan, pengagungan kepada gurunya,” tutur Buya Yahya melalui Al-Bahjah TV, dikutip Jumat 24/9/2021.Guru tidak pernah mencari penghormatan, karena yang mereka cari adalah kemuliaan dari Allah Ta’ala, bukan dimuliakan oleh santri. Seorang guru tidak mengharapkan penghormatan dari santri, namun menghormati guru merupakan kepentingan santri agar ilmu mengucur dan mendapat keberkahan dalam Buya Yahya, seorang santri yang tidak menghormati guru, maka tidak akan mengucur ilmu yang dimiliki oleh guru. Sehingga dengan penghormatan inilah seorang murid akan melampaui gurunya. Ada beberapa cara menghormati guru, di antaranya sebagai berikutPertama, jangan berjalan di depannya jangan membelakangi guru, kecuali diminta oleh guru. Kedua, jangan duduk di tempat yang biasa diduduki oleh guru. Ketiga, jangan memulai berbicara/pembicaraan di hadapan guru, kecuali mendapat izin terlebih dahulu dari itu, santri juga tidak boleh bertanya kepada guru tentang sesuatu saat guru tampak sedang capek. Capek bukan berarti guru bosan atau capek mengajarkan ilmu. Namun capek secara manusiawi yang membutuhkan istirahat. Misalnya, guru mengajar berjam-jam, namun santri malah bertanya pada saat guru istirahat.“Kalau menjadi guru, menjadi ulama, jangan penghormatan. Mencari ilmu jangan salah niat karena ada perasaan enak ketika menjadi ulama dihormati. Guru tidak minta penghormatan, mereka ingin dimuliakan oleh Allah, tetapi ini pendidikan bagi kita sebagai seorang murid. Maka, kita perlu menghormati, memuliakan guru kita demi mendapatkan ilmu dari Allah melalui guru kita,” Buya Yahya.jqf HilangnyaKeberkahan Ilmu, Kok bisa? Ilmu adalah Harta yang tak terlihat. Sebagaimana Harta maka ilmu pun bisa berpindah atau mengalir dari satu orang ke orang lainnya. Harta dan Ilmu ketika dibagikan dengan tepat maka tidak akan berkurang, bahkan keberkahannya akan semakin berlipat ganda. Harta dan Ilmu pada hakikatnya milik Allah, tapi tidaklah baik bila kita mencuri Harta yang Allah Keberkahan adalah sesuatu yang sulit diukur dengan parameter yang bersifat khissi konkret. Para ulama mendefinisikan البَرَكَةُ dengan النماء والزيادة bertambah dan berkembang. Al Asfahani mendefinisikan بَرَكَةٌ’, yaitu tsubut alal khoir al ilaahi fii syai’, yaitu menetapnya kebaikan dari Allah kepada sesuatu. Definisi lain berkah adalah al-khair al-katsir al-mutayazid al-mutadawim, yaitu kebaikan yang banyak terus menerus bertambah”. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberkahan ilmu, yaitu adab orang tua kepada pendidik, adab dari sang anak dan adab seorang pendidik itu sendiri, apakah ia mendidik masih bertendensi pada keduniawian. Dari beberapa faktor tersebut, mengapa semua itu terkaitkan dengan adab? Jawabannya Adab atau akhlaqul karimah adalah perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya secara syar’i, banyak sekali hadis ataupun riwayat yang menjelaskan tentang khusnul khuluq atau adab, bahkan sebagiannya Rasulullah Saw. kaitkan dengan tingkat keimanan seseorang dengan hari akhir. Sebagaimana hadis, مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ “Barang siapa yang beriman dengan hari akhir maka hendaklah memuliakan tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memuliakan tamu.” Hr. Bukhari dan Muslim Pentingnya Khusnul Khuluq atau ta’addub kepada orang yang berilmu. Allah menegaskan dalam sebuah ayat, يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ “Allah Swt. mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat di atas yang lain”. Al Mujadilah 11 Ayat tersebut menjelaskan tentang kemuliaan orang berilmu, maka adalah sebuah pelanggaran kepada Allah Swt. apabila tidak memuliakan orang yang Allah angkat/muliakan derajatnya. Adapun pula pendidik adalah orang yang dikatakan Allah, خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ Yaitu orang terbaik dimana ia mengajarkan al Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain. Dari hadis itu Allah statuskan para pendidik sebagai khairunnas, sebaik-baik manusia. Baca juga Pendidikan yang Memanusiakan Pendidik juga adalah manusia yang disabdakan Rasulullah Saw. “Sesungguhnya Allah, para malaikat Nya, penduduk langit dan bumi sampai semut di sarangnya dan ikan di lautan turut mendoakan kebaikan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia “ HR. At-Tirmidzi Bilamana orang tua tiada lagi ihtirom kepada mu’allim, bisa dikatakan bahwa ia melawan semesta, padahal semesta telah memuliakannya. Konsep yang diterapkan para mu’allim dalam pendidikan khususnya kuttab yaitu, “الأدب قبل العلم و الإيمان قبل القرآن” Adab sebelum ilmu, iman sebelum Qur’an Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang beradab, hal ini tidak akan tercapai bilamana tidak ada qudwah dari orang tua. Metode teladan yang baik’ adalah cara yang efektif untuk menumbuhkan adab anak. Salah satu qudwah shalihat yaitu menempatkan adab orang tua, ihtirom kepada mu’allim sang anak. Sebagaimana Ali bin abi Thalib pernah berkata, “Aku adalah hamba bagi orang-orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf”. Dari perkataan Ali Radhiyallahu anhu dapat disimpulkan, bahwa orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf, maka ialah tuannya, Sedangkan para pendidik mengajarkan tak hanya satu huruf. Baca juga Mengajar Era Lalu dimana letak keberkahan ilmu sang anak? Pertama, sebuah motivasi bagi para mu’allim, di antara yang menguatkan seorang pendidik adalah sikap wali santri yaitu ihtiram kepada mu’allim sang anak. Bilamana mereka menguatkan, mendukung penuh terhadap proses pendidikan sang anak, maka hal itu menjadi motivasi bagi mu’allim, sehingga hasil tarbiyah kepada anak didik pun akan semakin kuat. Kedua, syukur kepada Allah. من لا يشكر الناس لا يشكر الله’ Barangsiapa yang tidak berterimakasih kepada orang yang berjasa mendidik anak kita, dia belum berterimakasih kepada Allah Swt. Maka dari itu, penting sekali berterimakasih kepada siapapun yang berbuat baik dan Allah akan tambahkan nikmat-Nya kepadanya, لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu…” Apabila seseorang telah bersyukur, maka sempurnalah kesyukuran kita kepada orang-orang yang telah berbuat baik. Wallahu a’lam. Source Ceramah Dr. Hakimuddin Salim, Lc., disampaikan saat POMG Kuttab Ibnu Abbas Klaten, Jum’at 18 Desember 2021. Redaktur Luthfi Nur Azizah

Halini disebabkan guru adalah pewaris ilmu dan menjadi salah satu jalan menuju keberkahan ilmu. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang dimanfaatkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari - hari. maupun tidak langsung. Sikap ini harus dipegang sungguh - sungguh, sebab bisa jadi suatu saat kamu lebih pintar dari guru - guru kamu. Meskipun

Pamekasan, NU OnlineKini banyak orang berilmu, namun banyak pula yang kurang memberi manfaat hidupnya, baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain."Itu karena ilmunya kurang barokah. Karenanya, seorang murid atau santri mesti mengutamakan serta merawat keberkahan ilmu," terang Kiai Abdul Basith saat menyampaikan tausiyahnya di Pesantren Nurul Ulum, Palengaan Daya, Palengaan, Pamekasan, Jumat 28/4 satu upaya untuk mendapatkan keberkahan ilmu, tambahnya, adalah dengan menghormati guru kiai yang menjadi perantara aliran ilmu Allah. Dari sinilah karakter adab seorang murid atau santri teruji."Menghormati di sini dalam rangka mendapatkan barokahnya guru atau kiai kita. Guru atau kiai pasti mendoakan murid atau santrinya. Ketika doa guru dan murid sudah bersinergi, Insyaallah keberkahan ilmu terkristal dengan sendirinya," tegas Kiai Teologi Islam tersebut menambahkan, keberkahan ilmu itu tidak ada bukunya, tidak ada tokonya, apalagi pasarnya. Sedangkan ilmu ada bukunya, ada tokonya institusinya."Sementara البركة تؤتى ولا تاءتي; barakah itu harus dicari, tidak cukup dengan belajar. Tapi, juga dengan cara berkhidmat mengabdi dan hormat kepada pengajar ilmu kiai atau guru," Basith selanjutnya memberikan contoh kasus murid membunuh gurunya di Kabupaten Sampang, yaitu kasus almarhum seorang guru bernama Budi Cahyono."Cukup sekali kasus seperti itu, semoga kita semua dilimpahi ilmu yang barokah," pungkasnya. Hairul Anam/Muiz
544total views, 2 views today. Para santri Pesantren Media insya Allah sudah sangat hafal dengan istilah ini. Sebab, hampir di setiap pertemuan saya dan para guru yang mukim di pondok selalu mengingatkan tentang pentingnya keberkahan ilmu. Sebab, percuma saja banyaknya ilmu yang dimiliki, tetapi tidak berkah, tidak barokah.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..Bismillahi wal hamdu lillah , Wassholatu wassalamu ala Rasulilllah waala alihi waman walahSegala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang senantiasa mencurahkan rahmat kepada ummat manusia. Sebagai seorang muslim mencari ilmu adalah wajib hukumnya , banyak sekali hadist-hadist Nabi maupun ayat -ayat Al Qur'an yang menjelaskan tentang keutamaan mencari ilmu diantaranya adalah hadist " Man Arodad dunya fa'alaihi bil 'ilmi waman arodal akhirata fa'alaihi bil 'ilmi waman arodahuma fa'alaihi bil 'ilmi " yang artinya Barangsiapa yang ingin sukses didunia maka ia harus mengetahui ilmunya , barangsiapa ingin sukses di Akhirat maka ia harus mengetahui ilmunya dan barangsiapa ingin sukses di keduanya maka ia juga harus mengetahui ilmuanya. Jadi jelas sekali bahwa ilmu adalah kunci bagi siapapun yang ingin meraih kesuksesan tanpa ilmu tentu kesuksesan yang diimpikan hanya menjadi sebuah angan-angan yang tidak dapat terwujud dan untuk memiliki ilmu maupun keahlian tertentu maka seseorang harus hadist yang lain Nabi Muhammad SAW bersabda " Tholabul ilmi Faridhatun ala kulli muslimin Wamuslimatin " yang artinya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan HR .MuslimNamun tidak wajib menguasai semua ilmu sebab aktifitas manusia yang padat serta waktu yang terbatas tentu tidak memungkinkan untuk mempelajari semua ilmu pengetahuan oleh karena itu Syekih Al Zarnuji dalam kitabnya Ta'limul Mutaallim menjelaskan bahwa yang diwajibkan menurut agama islam adalah mempelajari ilmu Hal .Ilmu Hal adalah ilmu yang berkaitan dengan sesuatu yang sedang dilakukan oleh seseorang,misalnya seorang pedagang maka ia harus mengetahui cara berdagang yang sesuai dengan tuntunan syariat islam,jika ia petani maka ia harus mengetahui cara bertani yang sesuai dengan syariat islam , jika ia seorang pelaku usaha maka ia harus mengetahui cara-cara melakukan usaha yang sesuai dengan syariat islam sehingga terhindar dari perbuatan dosa saat menjalankan pekerjaanya seperti menipu,mengurangi timbangan dan lain dalam kitab tersebut juga dijelaskan ikhtiyar-ikhtiyar seseorang yang sedang mencari ilmu agar kelak mendapatkan ilmu yang bermanfaat diantaranya adalah hormat dan patuh kepada guru serta bersikap tawadhuk. Di dalam dunia pesantren sudah lazim berlaku bahwa murid harus menghormati dan mematuhi guru banyak kisah-kisah yang menceritakan seorang santri murid yang saat belajar di Pondok Pesantren terlihat biasa-biasa saja dan tidak menonjol dalam prestasi namun sepulang dari Pondok Pesantren ia menjadi Kyai yang sukses namun sebaliknya tidak sedikit santri yang saat belajar di Pondok Pesantren terlihat pandai namun ia sombong dan sering melanggar peraturan Pondok dan tidak menghormati gurunya akhirnya ia hidup sebagai orang biasa . Menghormati guru adalah sumber berkahnya ilmu ternyata tidak hanya berlaku didunia Pesantren namun dalam dunia Pendidikan modern pun kisah ada sesorang Mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi ,ia terkenal seorang yang sangat pandai dan cerdas hampir setiap mata kuiah yang akan disampaikan oleh dosen sudah ia kuasai namun sayangnya ia bersikap sombong terjadap teman - teman bahkan terhadap dosen. Ia sering dengan sengaja mempersiapkan pertanyaan yang sangat sulit namun ia dapat menjawabnya .ia ajukan pertanyaan tersebut didalam kelas kepada dosennya dengan tujuan mempermalukan dosennya tersebut dihadapan mahasiswa yang lain karena tidak bisa menjawab pertanyaan yang ia ajukan .Hal itu dilakukan berkali-kali dengan penuh sudah banyak yang mengingatkannya agar tidak berbuat demikian akan tetapi ia tetap dengan cerita beberapa puluh tahun kemudian teman - teman kuliahnya dan sudah menjadi orang-orang yang sukses berjumpa kembali dengannya dengan kondisi hidup kekurangan, pekerjaan tak pasti bahkan lebih banyak kasihan maka mereka memberikan bantuan selain itu juga memberikan nasehat agar ia mencari dosen yang dulu sering ia permalukan saat masih kuliah karena barangkali kesulitan hidupnya disebabkan karena gurunya masih sakit hati sering pu menuruti nasehat teman-temannya itu sehingga beberapa waktu kemudian ia bertemu dengan dosen yang dulu sering ia permalukan didepan para mahasiswa,ia pun menangis meminta maaf sehinggu Gurunya pun akhirnya ikhlas memberikan maaf dan mendoakan kebaikkan untuknya. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Chanelmuslim- Shahih-Bukhari Imam Bukhari. Nama yang begitu akrab di telinga kita. Amirul Mukminin dalam hadits. Sang Hafidh. Sang – Al ilmu bi ta’allum wal barakah bil khidmah. Ilmu diperoleh dengan belajar, keberkahan ilmu diperoleh dengan khidmah. Inilah salah satu slogan para santri dan asatidz di pesantren-pesantren. Slogan ini bukan sekedar slogan. Ia memiliki makna yang berusaha diwujudkan dalam proses pendidikan di pondok pesantren. Bagian pertama tentu tidak asing di telinga umumnya anak-anak Indonesia. Mendapatkan ilmu memang harus dengan belajar. Tidak ada jalan lain misalnya dengan datang ke dukun meminta mantra-mantra tertentu untuk pintar, mandi kembang tujuh rupa, bertapa di kaki gunung, pakai contekan saat ujian, dan seterusnya. Semua itu mungkin membantu saat ujian, tetapi tidak menambah ilmu. Tidak ada cara lain mendapatkan ilmu kecuali dengan belajar. Ini bagian pertama. Namun, jarang ada yang meyakini atau berusaha mengamalkan bagian kedua. Untuk memperoleh keberkahan ilmu harus dengan khidmah. Bagian ini berisi dua kata kunci, yaitu berkah dan khidmah. Agar ilmu yang telah dipelajari berberkah, maka seorang penuntut ilmu harus berkhidmah. Apa yang dimaksud berkah? Apa pula maksud khidmah? Secara sederhana keberkahan ilmu atau ilmu yang berberkah dapat diartikan sebagai ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang telah dipelajari dengan susah-payah memberi manfaat baik bagi diri sendiri dan orang lain. Ilmu itu membawa manusia mendekat kepada Allah, bukan malah menjauh. Jika suatu ilmu menjauhkan manusia dari Allah, itu ciri ilmu itu tidak bermanfaat, walaupun ilmu itu misalnya, membawa kekayaan dan mengantarkan pelakunya kepada puncak popularitas. Keberkahan ilmu ini kurang lebih sama dengan keberkahan harta. Harta yang berberkah adalah harta yang mendekatkan pemiliknya kepada Allah, bukan malah membuatnya semakin jauh dari Allah. Walaupun banyak, jika hanya menjadi sarana maksiat, menambah dosa, maka harta dapat disebut tidak berkah. Begitu pula ilmu. Khidmah adalah satu satu cara meraih keberkahan ilmu. Khidmah dapat diterjemahkan dengan pengabdian. Jadi seorang penuntut ilmu adalah orang yang mengabdi, baik kepada gurunya, lembaga pendidikannya, atau kepada masyarakat pada umumnya. Tujuan utama dari khidmah adalah untuk menciptakan hubungan batin yang kuat antara murid dengan guru dan mendapatkan keridhaan guru. Jika guru sudah ridha kepada murid, itu alamat sang murid akan berhasil. Keridhaan guru merupakan keberhasilan pertama murid. Khidmah ada tiga macam. Khidmah pertama adalah khidmah bi nafs, yaitu khidmah dengan fisik atau tenaga. Khidmah ini bisa dilakukan dengan hal-hal kecil seperti merapikan sandal guru agar guru mudah memakai sandalnya kembali, mencuci kendaraan guru, atau membantu pekerjaan rumah guru. Para santri di pesantren-pesantren salafiyyah dapat menjadi contoh dalam khidmah jenis ini. Ada kisah menarik pada zaman kekhalifahan Harun ar-Rasyid. Dikisahkan dua putra khalifah menuntut ilmu ke Imam Al Kisa’i, seorang Ulama pakar bahasa Arab dan Al Quran. Imam Al Kisa’i menguasai Qiraah Sab’ah. Demikian tingginya adab dan khidmah kedua putra khalifah, mereka sampai berebut memakaikan sandal gurunya, Imam Al Kisa’i. Sekali lagi, berebut memakaikan sandal! Melihat tingkah kedua muridnya itu, sang Imam terkagum-kagum. Sang Imam lantas memerintahkan masing-masing memasang satu sandal. Khidmah kedua adalah khidmah bil maal, yaitu khidmah dengan harta. Khidmah dengan harta mungkin belum dapat dilakukan oleh murid sebab belum berpenghasilan. Khidmah dengan harta ini dapat dilakukan kelak jika murid memiliki penghasilan sendiri. Berkhidmah dengan harta misalnya dengan menyumbangkan harta untuk pembangunan pesantren. Khidmah ketiga adalah khidmah bi du’a, yaitu khidmah dengan cara mendoakan guru. Ya, mendoakan guru juga bagian dari khidmah. Dalam kitab Al-Bayan fi Madzhabi al-Imam asy-Syafii karya Abi al-Husain Yahya Ibn Abi al-Khair Al-Yamani Al-Syafi disebutkan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal, murid Imam Syafi’i. Imam Ahmad berkata, “Aku mendoakan Imam asy-Syafi’i dalam shalat selama empat puluh tahun. Aku berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris asy-Syafi’i”. Semoga Allah memudahkan kita berkhidmah kepada guru-guru kita. Allhumma amin. Oleh Wahyudi Husain Editor Oki Aryono *Pengajar di Pondok Pesantren At-Taqwa, Depok Ternyataorang tua yang tidak beradab pada guru bisa menyebabkan anak-anaknya menjadi korban kehilangan keberkahan ilmu dari guru-gurunya. Begitulah ADAB dalam menuntut ilmu. Anak, Ibu, Ayah dan siapa pun perlu menjaga adab kepada guru. Kata ulama: Satu perasangka buruk saja kepada gurumu maka Allah haramkan seluruh keberkatan yang ada pada Sejumlah santri mengikuti kajian kitab kuning di Pondok Pesantren Darussalam, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ilustrasi. Belajar ilmu harus senantiasa disertai dengan tawadhu dan patuh guru agar berkah JAKARTA— Seorang murid selayaknya mempererat hubungan dengan gurunya. Kendatipun bertempat tinggal jauh dari guru maka hendaknya seorang murid tetap berupaya untuk menjaga hubungannya agar tetap kuat. Sebab dengan cara seperti itulah ilmu yang telah didapat dari guru akan menjadi berkah. Lalu bagaimana memiliki ketersambungan hati dengan guru agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah? Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, KH Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya mengatakan semakin seseorang cinta dan memiliki tata krama kepada guru maka itu adalah yang mengundang keberkahan ilmu. Oleh karena itu Buya Yahya mengingatkan agar tidak merasa cerdas di depan guru dan berupaya menguji guru dengan mengandalkan kecerdasannya. Buya Yahya mencontohkan ada orang yang sulit memahami ilmu meski telah belajar berulang kali tetapi karena memiliki tata krama kepada gurunya hingga akhirnya Allah SWT memberikan keteguhan dalam hatinya yang membuat orang tersebut mampu mengamalkan setiap ilmu yang telah diajarkan gurunya. "Maka benar ternyata ikatan dengan guru ketersambungan hati dengan guru agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah yaitu tawadhu dengan guru, cinta dengan guru dan khidmat kepada guru," kata Buya Yahya saat program tanya jawab dalam kajian rutin yang juga disiarkan melalui kanal resmi YouTube Al Bahjah TV beberapa hari lalu. Lebih lanjut Buya Yahya mengatakan orang yang mencintai guru adalah dengan mendoakan guru setiap saat. Orang yang mendoakan guru sejatinya tengah berupaya menurunkan keberkahan bagi diri sendiri. Selain itu dalam bertata krama, seorang murid melakukannya dari hati bukan sebatas basa basi. Maka seorang murid harus memiliki akhlak yang luhur pada gurunya baik di hadapannya maupun tidak dihadapan guru. Dengan begitu keberkahan ilmu akan terjaga. Selain itu menurut Buya Yahya murid dapat menggapai keberkahan ilmu dengan berkhidmat. Baik berkhidmat dengan tenaga maupun harta dalam rangka membantu program dakwah guru. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini

Bahkansampai berani melaporkan sang guru ke kepolisian. Etika wali murid yang buruk sebenarnya berpotensi menutup pintu ilmu dan cahaya ilahi bagi sang anak. Sebuah kisah inspiratif di zaman Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Ada seorang yang busuk hatinya ingin menfitnah Syekh Abdul Qadir. Ia berupaya mencari jalan untuk menfitnahnya.

JAKARTA — Sejarah mencatat betapa hormatnya para ilmuwan muslim atau ulama pada gurunya. Mengapa, rasa hormat kepada sang guru akan mendatangkan rahmat dan kemuliaan. Tersebutlah seorang ulama yang disegani bahkan oleh penguasa ketika itu. Ia adalah Fakhruddin al-Arsabandi. Dalam ketenarannya, ia mengungkap sebuah rahasia atas rahmat Allah yang luar biasa didapatkannya. “Aku mendapatkan kedudukan yang mulia ini karena berkhidmat melayani guruku,” ujar sang Imam. Ia menuturkan, khidmat yang dia berikan kepada gurunya sungguh luar biasa. Gurunya Imam Abu Zaid ad-Dabbusi benar-benar dilayaninya bak seorang budak kepada majikan. Ia pernah memasakkan makanan untuk gurunya selama 30 tahun tanpa sedikit pun mencicipi makanan yang disajikannya. Begitulah cara orang-orang terdahulu mendapatkan keberkahan ilmu dari memuliakan gurunya. Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang menjadi sumber ilmu. Menghormati ilmu berarti harus menghormati pula orang yang memberi ilmu. Itulah guru. Tanpa pengajaran guru, ilmu tak akan pernah bisa didapatkan oleh si murid. Dalam literatur pendidikan Islam, jelas terpampang bahwa pelajaran pertama yang diterima seorang murid adalah bab Adabu Mu’allim wa Muta’allim adab antara guru dan murid. Dari kitab manapun, mestilah pembelajaran dimulai dari bab ini. Si murid perlu dipahamkan, dari siapa ia menerima ilmu karena dalam pembelajaran ilmu-ilmu Islam sangat memperhatikan sanad validitas. Berbeda dengan sesuatu yang bersifat nasihat. Nasihat tak perlu memandang dari mulut siapa keluarnya nasihat itu. Berlakulah di sana pepatah Arab, unzur ma qala wala tanzur man qala lihatlah kepada apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang mengatakannya. Namun, bagi ilmu-ilmu Islam sejenis tafsir, hadis, akidah, dan cabang ilmu sejenisnya, perlu diperhatikan dari siapa si murid menerimanya. Inilah yang dipesankan Muhammad bin Sirin, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka lihatlah dari siapa engkau mengambil agamamu.” Fakhruddin al-Arsabandi benar-benar memperhatikan sang guru sebagai tempat ia mengambil ilmu. Ia tak ubahnya seperti budak di hadapan gurunya. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib RA yang pernah mengatakan, “Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya.” Ali RA mencontohkan, sekecil apa pun ilmu yang didapat dari seorang guru tak boleh diremehkan. Imam Syafi’i pernah membuat rekannya terkagum-kagum karena tiba-tiba saja ia mencium tangan dan memeluk seorang lelaki tua. Para sahabatnya bertanya-tanya, “Mengapa seorang imam besar mau mencium tangan seorang laki-laki tua? Padahal masih banyak ulama yang lebih pantas dicium tangannya daripada dia?” Imam Syafi’i menjawab, “Dulu aku pernah bertanya padanya, bagaimana mengetahui seekor anjing telah mencapai usia baligh? Orang tua itu menjawab, “Jika kamu melihat anjing itu kencing dengan mengangkat sebelah kakinya, maka ia telah baligh.” Hanya ilmu itu yang didapat Imam Syafi’i dari orang tua itu. Namun, sang Imam tak pernah lupa akan secuil ilmu yang ia dapatkan. Baginya, orang tua itu adalah guru yang patut dihormati. Sikap sedemikian pulalah yang menjadi salah satu faktor yang menghantarkan seorang Syafi’i menjadi imam besar. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
FnBWsN.
  • qqevkc1ely.pages.dev/150
  • qqevkc1ely.pages.dev/166
  • qqevkc1ely.pages.dev/161
  • qqevkc1ely.pages.dev/161
  • qqevkc1ely.pages.dev/159
  • qqevkc1ely.pages.dev/113
  • qqevkc1ely.pages.dev/230
  • qqevkc1ely.pages.dev/275
  • qqevkc1ely.pages.dev/241
  • keberkahan ilmu dari guru